Disscusion Forum | Member's Area
Saya mendapat kehormatan diundang sebagai salah satu pembicara pada workshop yang dieselenggarakan oleh Indonesian Coal-Price Index (ICI) tanggal 12 April 2007 lalu di Jakarta. Setelah dibuka oleh Dirjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi, workshop menghadirkan panelis yang terdiri dari Jason Feer, GM Asia Facific Argus Media Limited, Maydin Sipayung, Managing Director PT.Coalindo Energy, Tony Agus, Deputy Director PLN (Persero) dan saya sendiri mewakili BBJ.
Sesuai porsinya, saya diminta berbicara tentang Opportunity of Coal Futures Trading in Indonesia. Dari hasdil kajian singkat yang saya siapkan dalam rangka presentasi tersebut, saya berkesimplan bahwa peluang peluncuran kontrak berjangka batubara terbuka cukup lebar. Hadirnya ICI, menurut saya, memuluskan jalan bagi peluncuran kontrak berjangka batubara. Di pasar spot (underlying market) minimal ada tiga kondisi (necessary conditions) yang harus hadir agar peluang peluncuran kontrak berjangka menjadi feasible. Kondisi itu adalah adanya fluktuasi harga, nilai ekonomis underlying asset yang cukup signifikan dan struktur pasar yang tidak monopolistis.
Batubara merupakan salah satu produk Indonesia yang harganya sangat fluktuatif. Sebagai produk yang masuk dalam energy family, gerak harga batu bara tentu saja berkorelasi cukup erat dengan gerak harga minyak bumi. Menyimak data dari New York Mercantile Exchange periode 2001 - 2006, kita dapat melihat perubahan harga tiap tahun (prosentase selisih high - low dibagi closing price) terrentang antara 20,2 sampai 74,1%. Melampaui fluktuasi harga minyak bumi. Selama triwulan pertama 2007 harga batubara tetap menunjukkan fluktuasi tak kurang tajam dengan trend yang meningkat. Riset Danareksa Sekuritas menunjukkan bahwa rata-rata harga tiga bulan pertama 2007 sebesar US$ 53 / metrik ton, lebih tinggi ketimbang rata-rata harga 2006, sebesar US$ 49 / metric ton. Kajian Danareksa sekuritas tersebut juga memprediksikan bahwa permintaan batubara dalam waktu dekat akan naik dengan tajam. Salah satu pendorong adalah crash program 10.000 MW PLN. Dalam jangka lebih panjang studi yang sama memperkirakan permintaan domestik batubara akan naik lebih dari dua kali lipat pada 2010.
Produksi batubara Indonesia juga mengalami kenaikan tajam dari 79,37 juta ton di tahun 2000 menjadi mendekati 200 juta ton pada 2006. Bersamaan dengan kenaikan produksi, terjadi peningkatan ekspor dengan kecepatan yang hampir sama, dari 57, 24 juta ton di tahun 2000 menjadi 148 juta ton di tahun 2006. Praktis 75% dari batubara Indonesia dijual di pasaran luar negeri. Trend itu telah menempatkan Indonesia sebagai produsen batubara ke empat terbesar di dunia, dibelakang Cina, India dan Afrika Selatan. Indonesia juga kini menjadi pengekspor terbesar batubara, mengambil alih posisi Australia, yang mengalami kendala infrastruktur.
Dengan meningkatnya permintaan dalam negeri di tahun-tahun mendatang, komposisi penggunaan ekspor dan pasar dalam negeri juga diperkirakan akan bergeser. Pergeseran itu akan menempatkan pasar batubara dalam negeri menjadi lebih penting, karena melibatkan nilai ekonomis yang jauh lebih besar.
Struktur pasar batubara cukup favorable bagi pengembangan kontrak berjangka. Dari sisi produsen, PT. Adaro sebagai produsen terbesar, memiliki pangsa pasar sedikit di atas 20%, tidak begitu jauh di atasi pesaing terdekatnya, Kideco, Arutmin dan Kaltim PC. Dari sisi konsumen dalam negeri, permintaan memang masih didomininasi oleh pembangkit tenaga listerik (power plants) yang meliputi 85% dari total permintaan domestik. Namun dengan deregulasi listerik di bidang pembangkit, angka 85 % itu mewakli cukup banyak power plants, walaupun tetap dengan PLN sebagai leader.
Peluncuran ICI yang telah mulai dipasarkan sejak Juni 2006, meningkatkan peluang peluncuran kontrak berjangka batubara di Indonesia. ICI dapat dikatakan sebagai rintisan upaya memiliki referensi harga yang terpercaya untuk produk-produk yang dihasilkan Indonesia. ICI melibatkan partisipasi yang sangat representatif dari para commercial interest, mulai dari para produsen, para konsumen dan para intermediaries. Dengan metodologi perhitungan yang transparan dan konsisten, ICI berpeluang besar untuk menjadi benchmark harga batubara Indonesia di seluruh dunia.
Jakarta 23 April 2007