Disscusion Forum | Member's Area
“All truths are easy to understand once they are discovered; the point is to discover them” Ucapan Galileo tersebut terbukti benar secar empiris. Sejarah mencatat banyak daftar inovator besar sebagai buah dari kebebasan berpikir dan kreativitas.
Di sektor keuangan, saya berada di barisan yang percaya bahwa salah satu faktor utama yang menentukan kemajuan industri keuangan suatu negara adalah kemampuan institusi keuangan dalam menciptakan produk finansial (aktiva keuangan, financial assets). Akselerasi sektor keuangan bertumpu pada kemampuan institusi keuangan memainkan perannya sebagai product generators.
Dalam ekonomi makro, institusi keuangan memiliki peran sebagai “bendungan”, menyedot air (baca: dana) dari masyarakat (surplus unit), dan mengalirkan air ke segmen masyarakat yang lain (deficit unit). Fungsi bendungan adalah legitimasi utama keberadaan perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, modal ventura, dan pialang berjangka (futures merchant company). Upaya menyedot dan mengalirkan dana tersbut dilakukan dengan menawarkan berbagai variasi aktiva keuangan. Dengan demikian, ketrampilan dalam rancang bangun produk keuangan memainkan peran besar dalam menekan overhead costs suatu lembaga keuangan, menentukan kemampuan institusi tersebut dalam menggapai seluas mungkin segmen masyarakat. Dus, kemempuan menciptakan produk, akan sangat menetukan competitive edge suatu institusi keuangan.
Ambil contoh peluncuran mortgage back securities di AS, lebih dari tiga stengah dekade yang lalu. Kehadiran instrumen ini, telah melahirkan instusi keuangan baru, non depository mortgage bank, mempercepat perputaran dana masyarakat untuk tujuan pembiayaan perumahan, memperkecil biaya intermediaries (spread) hinga satu angka persen saja, dan menambah media investasi yang lukratif bagi para investor, karena menjanjikan tingkat bunga rata-rata 2 angka persen di atas Treasury Bill dengan tenor 1 tahun. Tidak heran bila pada tahun 2002, nilai mortgages yang disekuritisasikan mencapai US$ 3 triliun, melampaui nilai seluruh obligasi korporasi yang beredar di AS pada tahun yang sama.
Penemuan kontrak berjangka, sebagai salah satu instrumen keuangan adalah contoh tipikal yang lain. Transaksi yang oleh Milton Miller, pemenang hadoiah Nobel Ekonomi desebut sebagai “ the most significant financial innovation of the last 20 years” telah menjadi driving force dalam perkembanagn pasar keuangan global, membuka peluang bagi pelaku ekonomi untuk melakukan pengelolaan risiko secara lebih baik, yang pada gilirannya memacu mereka untuk meningkatkan eksposur dalam berinvestasi.
Perdaganagan berjangka sendiri, mengalami kemajuan yang luar biasa pesat, baik pengayaan instrumen maupun kecanggihan teknologi perdagangan. Overcrowded pits untuk transaksi konvensional gandum, telur dan usus babi, di negara asalnya, kini nyaris tinggal sejarah. Trend mencatat tiga tonggak transformasi di industri ini: pergeseran dari produk pertanian ke arah dominasi produk keuangan, pergantian mekanisme penyerahan pisik (physical delivery) menjadi cash settlement, menghapus local trading pits dan menggantikannya dengan global electronic trading.
Saat ini, lebih dari 1200 jenis instrumen derivatif beredar dan diperdagangkan di pasar global. Tingginya tingkat kreativitas institusi keuangan dalam menciptakan produk sering digambarkan dengan Wall Street joke berikut: How many investment bankers it takes to sell a light bulb? The answer is 100 – one to break the bulb and 99 to sell off the individual fragments.
Dalam membuat deskripsi sektor kaunagan di Indonesia, saya ingin mengatakan bahwa dari tiga aspek utama – pembangunan institusi, perbaikan mekanisme dan pengayaan produk / instrumen – Indonesia tertinggal paling jauh dalam pengembangan instrumen. Boleh jadi karena dalam mengembangkan institusi dan mekanisme, kita dengan relatif mudah meniru dan mengambil pengalaman ratusan tahun di negara maju, sementara penciptaan produk, membutuhkan keahlian rancang bangun produk dan merajutnya sehingga mampu menangkap kebutuhan lokal. Atau boleh jadi juga karena peraturan perundangan di bidang keuangan yang dikeluarkan di Indonesia terlalu institutional sentris, nyaris tidak memberikan bobot sama sekali pada upaya penciptaan produk.
Minimnya produk derivatif di pasar keuangan Indonesia, telah merupakan binding constraint bagi perkembangan pasar keuangan lebih lanjut. Absennya interest rate futures dan / atau bond futures, misalnya, telah membuat reksa dana penghasilan tetap sangat rentan terhadap gejolak tingkat bunga. Minimnya stock index futures yang menggunakan indeks saham dalam negeri sebagai underlying asset menyulitkan para manajer investasi untuk melakukan lindung nilai portfolio atau menyesuaikan eksposur risiko terhadap perubahan tren, menghambat aplikasi strategi pasif dalam pembentukan portfolio dan menghambat perkembangan reksadana indeks.
Pasa sisi yang lain, karena minimnya instrumen derivatif ini pula, kegandrungan masyarakat investor Indonesia untuk berspekulasi tidak mendapat kanalisasi yang memadai di dalam negeri. Akibatnya, kontrak berjangka indeks saham asing, laku keras dan diserbu secara massif. Seorang rekan saya dengan agak sinis berkomentar: “Sungguh kasihan orang Indonesia, untuk berspekulasi saja, masih tergantung pada produk luar negeri!”
Kegiatan yang marak tersebut, perlu diakomodasikan, diwadahi dan dididik menjadi regulated business yang lebih fair dan transparan. Namun dalam jangka panjang, kita berkewajiban untuk mengembangkan instrumen berbasis lokal, sehingga kegandrungan spekulasi tersebut mendapat saluran, capital outflows dari transaksi derivatif bisa dikurangi dan instrumen tersebut dapat pula dimanfaatkan untuk tujuan positif lainnya.
Jakarta 19 juli 2006